@PWILS Gresik -- Silsilah keluarga Ba'alwi yang ditautkan terhadap keturunan dari Sayyidina Ali dan Sayyidah Fatimah Az-Zahrah sangat rapuh dan terindikasi palsu. Klan Ba'alwi yang diklaim sebagai keturunan Alawi bin Ubaidillah berdasarkan silsilah yang dibuat oleh klan tersebut tidak sepenuhnya berdasar pada fakta sejarah yang kuat karena beberapa silsilah yang dapat dikatakan mustahil untuk tersambung kepada Sayyidina Ali dengan Sayyidah Fatimah Az-Zahrah, melainkan lebih kepada referensi yang terdapat dalam kitab As-Suluk karya Al-Janadi (w. 730 H). Dalam kitab tersebut, terdapat penjelasan mengenai seorang ahli Hadits bernama Abul Hasan Ali yang berasal dari keluarga Ba'alwi yang tinggal di Hadramaut. Habib Ali As-Sakran (w. 895 H), kemudian mengklaim keluarga dan leluhurnya sebagai bagian dari keluarga Ba'alawi tersebut. Penekanan pada istilah "konon" menunjukkan bahwa ada ketidakpastian atau keraguan mengenai asal-usul klan ini. Selain itu, penulis juga mencatat bahwa Habib Ali As-Sakran, yang hidup pada abad ke-9 Hijriah, mengklaim bahwa keluarganya adalah bagian dari klan Ba'alawi. Ini menunjukkan adanya upaya untuk mengaitkan diri dengan warisan yang lebih besar dan terhormat, meskipun bukti yang mendukung klaim tersebut mungkin tidak cukup kuat. (Ba'alwi berasal dari alwi bin Ubaidillah, sedangkan Ba'alawi adalah keturunan dari Sayyidina Ali, Ba'alwi dan Ba'alawi adalah dua kata yang berbeda)
Pengakuan ini mencerminkan dinamika dalam pengakuan identitas dan keturunan dalam konteks sejarah dan budaya, serta bagaimana narasi sejarah dapat dibentuk dan dipertahankan oleh individu atau kelompok tertentu yang tidak didasarkan kepada fakta hal ini untuk membangun eksistensi baru berdasarkan kedustaan. Penulis ingin mengajak pembaca untuk mempertanyakan dan menganalisis klaim-klaim keturunan yang sering kali diambil begitu saja tanpa bukti yang jelas.
Hakikatnya, Ali As-Sakran tidak mempunyai dalil yang mendukung klaimnya tersebut. Ia tidak mempunyai sumber, baik primer maupun sekunder, yang menyatakan bahwa Alwi adalah saudara seayah dari Jadid. Begitu pula dengan Bashri yang diklaim sebagai saudara lain dari Alwi. Tidak ada dalil apapun. Bahkan, pondasi nasab Ba'alwi, baik Bani Bashri, Bani Jadid, maupun Bani Alawi sangat rapuh. Sehingga kontruksi nasab keluarga ini bagaikan bangunan yang menjulang tinggi namun asasnya keropos. Terdapat inkonsistensi dan pengulangan nama dalam silsilah Ba Alawi yang menunjukkan bahwa nasab tersebut fiktif.
Pengarang kitab Syamsudzahirah (w. 1320 H), tidak membiarkan ke-tidakmasukakal-an ini lama terjadi, ia lalu mengulang nama Bashri dan Abdullah. Perhatikan silsilah Salim Bin Bashri sampai kepada Ahmad bin Isa dalam kitab Syamsudzahirah sebagai berikut: Salim bin Bashri bin Abdullah bin Bashri bin Abdullah/Ubaidillah bin Ahmad bin Isa. (Syamsudzahirah h. 69). Dengan mengulang nama Bashri dan Abdullah, silsilah ini Nampak lebih masuk akal, walau masih berantakan.
Pola pengulangan nama ini terjadi, selain kepada keluarga Bashri, juga kepada keluarga Jadid dan Alwi. Tujuan pengulangan nama-nama ini, adalah sebagai syarat penyesuaian tahun yang telah tercatat dengan data nama yang diketahui berikutnya agar nampak selaras dan masuk akal.
Perhatikan silsilah nasab Bani Jadid! Silsilah keluarga ini adalah “silsilah mudhtaribah” (silsilah yang berubah-ubah). Dalam satu riwayat Jadid berayah Abdullah, namun dalam riwayat lain ia berayah Ahmad. Sebagaimana yang telah penulis tulis dalam tulisan berjudul “EMPAT NAMA NASAB BA ALAWI TERINDIKASI KUAT FIKTIF”.
Jumlah keluarga ini dari Abul Hasan Ali sampai Abdullah- pun berbeda-beda. Dalam satu manuskrip berjumlah Sembilan nama; dalam manukskrip lain lima nama; dalam kitab syamsudzahirah jumlahnya tujuh nama. (lihat hamisy Syamsudzahirah: 62). Terkadang nama jadid ditulis dua kali, terkadang pula satu kali. Dalam ilmu nasab, nasab mudhtaribah seperti ini merupakan indikasi kuat bahwa nasab itu palsu.
Dalam tulisan berikutnya, insya Allah, penulis akan bahas, bagaimana nasab Ba Alawi ini tidak masuk akal, dilihat dari tahun hijrahnya Ahmad bin Isa dikaitkan dengan Bani Ahdal dan Bani Qudaimi yang disebut hijrah bareng dengan Ahmad bin Isa.
Semakin penulis mendalami nasab Ba Alawi ini, maka semakin tampaklah kerancuan konstruksi nasab ini. Kini, bagi penulis, bab husnuzhon-pun rasanya tak laik untuk dapat diletakan kepada nasab Ba Alawi. Wallau A’lam bi Sawab
Dinukil dari :Imaddudin Al Bantani